Resensi Buku (Berjalan di Atas Cahaya)
Berjalan
di Atas Cahaya
A. Identitas
Buku
Judul
Buku : Berjalan di Atas
Cahaya
Pengarang : Hanum Salsabiela Rais dan
kawan-kawan
Penerbit : Gramedia
Jumlah
Halaman : 208 Halaman
Harga
Buku : Rp. 43.000,00
B. Pendahuluan
Berjalan di Atas Cahaya mencerititakan
tentang kisah perjalan Hanum ke Eropa untuk saling mengenal antarmanusia. Bahwa
kita bersaudara meski terhadang letak geografis, ruang, dan waktu. Meskipun
kita terpengaruh berbagai bangsa, bahasa, dan warna kulit, terpisahkan
samudera, gunung, gurun, dan hutan belantara, perasaan sebagai sesama saudara
Muslim tetap melekat. Kita satu keluarga.
Jangan pernah menganggap satu
manusia yang kau anggap tidak penting yang kita temui dalam hidup, takkan
pernah kita jumpai lagi. Setiap mereka adalah jalan keluar. Satu demi satu dari
mereka adalah jembetan-jembatan kita dalam mengarungi perjalanan. Mereka adalah
malaikat-malaikat Tuhan yang Dia kirim untuk kita. Tak peduli dari mana, apa
warna kulit, atau agama mereka. Yang kita kenal jauh sebelum kita sadar bahwa
kita mengenalnya.
Hanum Salsabiela Rais adalah seorang
mantan presenter dan reporter Trans TV yang melalangbuana ke Eropa bersama
suaminya selama 3 tahun. Pernah menjadi koresponden detik.com dan bekerja di
Vienna University of Economics and Business. Dia juga terpilih menjadi duta
perempuan mewakili Indonesia untuk Youth Global Forum di Suzuka Jepang 2013,
yang difasilitasi Honda Foundation.
Kini, dia menjabat sebagai salah
satu direktris PT Arah Dunia Televisi, ADI TV (www.aditv.co.id),
TV islami modern pertama di Indonesia.
Tutie Amaliah, ibu dua anak ini
berkarier di perusahaan energi selama tujuh tahun, sebelum mengikuti suaminya
bertugas di UN Wina, Austria. Scholarship for women dari Danube University,
Krems, Austria, mengantarnya mendapat gelar MBA. Tulisannya tentang traveling pernah dimuat di beberapa
majalah dan koran nasional.
Wardatul Ula lahir di Banda Aceh,
Nanggroe Aceh Darussalam, pada 1 Januari 1992. MtsN dan Sekolah Menengah,
dilanjutkan dengan pendidikan khusus jurnalis, semua dia selesaikan di Aceh.
Saat ini dia sedang menimba ilmu S1 di bidang Teologi Islam di Gaziantep
University, Turki.
C. Isi
Resensi
1. Sinopsis
Novel ini mengisahkan tentang seorang Muslimah berhijab, Hanum
Salsabiela Rais, yang sedang melakukan
traveling ke negeri Barat untuk wawancara agar diliput di siaran Televisi.
Kariernya sebagai jurnalis mengharuskan dia bekerja keras untuk meliput berita
yang unik serta menarik bersama koleganya, Sofyan dan Fetra. Eropa adalah
negara yang dipilih Fetra untuk diliput pada acara Ramadhan nanti. Eropa adalah
benua yang terkenal dengan kemahalannya. USD3.000 untuk 3 orang. Dengan uang
pas-pasan Hanum berserta koleganya melakukan investasi sosial untuk menghidupi
mereka selama 18 hari di Eropa.
Di sana, Hanum dan koleganya akan meliput Khoiriyah, perempuan
pembuat jam tangan merek dunia yang tinggal di desa Swiss, Ipsach. Hanum
tertarik dengan kisah Khoriyah yang mampu bertahan hidup selama 13 tahun dengan
suaminya, Yah Cut di kota kecil, Biel. Khoiriyah adalah orang Aceh tulen. Dia
berbakat dalam hal berbahasa, yaitu Indonesia, Aceh, Prancis dan Jerman. Setiap
hari setiap waktu manafuktur jam tangan di Eropa memproduksi ratusan bahkan
ribuan jam tangan yang siap didistribusikan ke seluruh dunia, salah satunya
Indonesia. Orang-orang yang ada di belakang pembuatan jam tangan, dari ide
hingga terjewantah menjadi barang, adalah rantai operasi yang sangat panjang
dan rumit. Terbesit rasa bangga dalam diri Hanum bahwa Khoiriyah yang berasal
dari Aceh adalah salah satunya. Bayangan Hanum mengenai perjuangan Khoiriyah
yang berhijab untuk menjadi seorang karyawan andalan adalah keniscayaan. Hanum
yakin perusahaan jam tempat Khoriyah bekerja memegang teguh asas meritokrasi,
bahwa penilaian seseorang adalah berdasarkan performa, bukan kedakatan atau
penampakan saja. Permasalahan tak akan berkutat pada boleh-tidaknya menggunakan
jilbab. Bagi Khoiriyah, intinya adalah pembuktian. Bahwa dengan jilbab yang
menelungkupi kepalanya, keterampilannya merakit jam bisa melebihi mereka yang
tidak berjilbab dan kerealistisannya mempu membuatnya bertahan hingga sekarang.
Di sisi lain Hanum dan koleganya akan mewawancarai seorang rapper cantik berhijab di Wina, Austria,
awal Juni 2012. Namanya Nur Dann. Nur Dann menekuni profesinya sebagai rapper sejak usia 11 tahun. Dengan
nge-rap, Nur Dann berdakwah. Dia ingin mengubah prespektif orang-orang tentang
jilbab yang diakui sumber kekolotan perempuan Muslim. Nur Dann cantik, muda,
kreatif. Namun, ada sesuatu yang membuat Hanum tercengang, jawaban-jawabannya
atas pertanyaan Hanum. Semuda dia, begitu besar perhatiannya terhadap dunia.
Terhadap ketidakadilan yang menganga terlihat di negaranaya. Orang berjilbab,
diakui atau tidak, memang susah mendapatkan pekerjaan. Nur Dann percaya tidak
ada yang bisa menolongnya, kecuali dirinyaa sendiri.
Kali ini, Hanum beserta koleganya akan mengambil liputan di desa
lain di Swiss, yaitu Neerach. Profit yang akan ditemui adalah mualaf pria,
Markus Klinkner, yang menikah dengan wanita Singapura, Siti Zubaidah Klinkner.
Mereka dikaruniai anak perempuan yang masih berusia 5 tahun, Aisha Maria. Memiliki
anak perempuan di negeri serbabebas seperti Eropa adalah tanda keharusan mereka
berhati-hati, waspada dan ekstrasiaga sebagai orang tua. Markus Klinkner
bekerja sebagai bankir perusahaan yang sangat sekuler. Namun dibalik itu semua
Markus menyimpan rahasia tentang cara membesarkan anak perempuannya. Saat Aisha
Maria pulang dari sekolah, Markus langsung meminta Aisha Maria melakukan shalat
Zuhur berjamaah. Selepas shalat Zuhur, keluarga Klinkner mengajak Hanum dan
koleganya makan siang bersama. Sebelum makan, Markus mengajarkan Aisha Maria
berdoa dahulu sebagai rasa syukur kepada Tuhan. Kini, semua itu menjadi
kewajiban dan kebiasaan bagi Aisha Maria. Markus memberikan buku sejarah nabi
kepada Aisha Maria sebelum tidur malam. Hal ini semakin membangkitkan rasa
penasaran Hanum terhadap keluarga Klinkner. Hanum mengintip kamar Aisha Maria.
Di sana Hanum menemukan deretan buku ajar Al-Qur’an untuk anak-anak. Hanum
terkesima. Keluarga Klinkner membuat Hanum yakin bahwa Islam bukan untuk
dipamer-pamerkan, melainkan sebagai tanda bukti keislaman dan keimanan mereka
terhadap Sang Kuasa sehingga mereka mampu menjalankan kehidupan bermasyarakat
dan berkeluarga secara alami.
Liputan selanjutnya hanya dilakukan Hanum seorang diri. Anak
kuliahan semestes 2 keturunan China yang sejak berumur 5 tahun tinggal di
Austria, Xiao Wei. Xiao Wei adalah teman tanden bahasa Jerman Hanum selama
tinggal di Linz. Setelah keluar dari apertemen Danke, Hanum dan suami, Rangga,
tinggal di asrama Rabb Heim di dekat kampus tempat Rangga kantor. Xiao Wei
adalah anak yang dibesarkan dalam keluarga China komunis yang tak pernah
bersinggunggan dengan sisi religius. Dia suka mencari-cari cerita legenda
sebagai bagian analogi cara berpikirnya. Khas orang China. Saat belajar bahasa
Jerman bersama Hanum, Xiao Wei bertanya apakah Hanum tahu mengenai cerita
fenomena gajah terbang. Hanum menggeleng kebingungan. Xiao Wei pun menjelaskan.
Hanum mendengar dengan sebaik-baiknya agar tidak terlewat satu kata pun yang
nantinya akan membuatnya tambah bingung lagi. Xiao Wei, perempuan muda berusia
22 tahun ini, membuat Hanum bertanya pada dirinya sendiri. Rasa penasaran
tentang Xiao Wei menghilang sudah. Dia telah menyadarkan Hanum tentang betapa
mudahnya orang-orang terpengaruh oleh orang lain padahal orang-orang tersebut
belum pernah melihat sendiri. Terlalu mudah mengelu-elukan orang bahwa dia
adalah calon pemimpin yang hebat, calon orang kuat yang akan menyejahterakan
rakyat, dan sebagainya. Padahal kalau dirunut-runut kembali, apa yang
orang-orang pikirkan hanyalah ikut-ikutan. Atau sebaliknya, orang-orang melihat
orang yang dianggap sebagian besar orrang sebagai orang yang tidak berkemampuan,
padahal di balik semua itu dia menyimpan segala kebolehan yang belum pernah
terbukti dengan mata kepala sendiri. Sama dengan keadaan Hanum. Publik yang
telah digosok media tanpa pernah mencari pembanding dan secara gegabah
menghakimi dan mencap semua Muslim sebagai teroris adalah mereka yang mengaku
melihat gajah terbang. Kini Hanum sadar bahwa dia tidak akan menjadi penonton
gajah terbang. Hanum ingin terus berjalan di atas cahaya.
2. Unsur
Intrinsik
a. Tokoh
dan Watak
1) Hanum : Mampu mengubah presepsi orang
lain dan bersyukur
Kutipan :
a)
Saat
itu yang saya pikirkan hanya satu. Saya ingin mengubah presepsi mereka dengan
sikap ramah. Sikap akrab. Bahwa jika nanti mereka mendengar kata Indonesia
lagi, yang pertama nyantol dibenak mereka adalah orang-orang Indone[-sia itu
baik dan ramah (23).
b) Terima kasih ya, Rabb. Tak pernah
aku bayangkan Engkau mempertemukanku dengan saudara muslimah sebangsa setanah air di belahan
dunia yang begitu terpencil (29).
2) Nur
Dann : Humoris dan cerdas
Kutipan :
a) “Kapan saya akan ditayangkan?”
ucapnya penuh penasaran. Kami lagi-lagi tertawa (37)
b)
“Gak
paham. Bagaimana mengubahnya?”
“Mengubah
prespektif, cara pandang orang tentang jilbab yang dibilang sumber kekolotan
perempuan Muslim. Jilbab itu ya kayak kalian pakai topi rap dimiringkan. Bisa
nyaman kalau pakai itu saat nge-rap. Saya bilang, kalau pakai jilbab, saya baru
bisa merasa nyaman. Nyaman ketika berbicara dengan orang, ketika bersekolah,
ketika bekerja juga nantinya. Atau apa pun.”
“Ini
caramu berdakwah, begitu?”
“Ja!” (35)
3) Bunda
Ikoy : Tekun dan realistis
Kutipan :
a)
“Jadi, Bunda Ikoy satu-satunya karyawan mereka yang memakai jilbab?”
“Ya.
Dan yang bertahan hingga sekarang,” Jawab Bunda Ikoy mantap (26)
b)
Permasalahan
tak akan berkutat pada boleh-tidaknya menggunakan jilbab. Bagi Bunda Ikoy,
intinya adalah pembuktian. Bahwa dengan jilbab yang menelungkupi kepalanya,
keterampilannya merakit jam bisa melebihi mereka yang tidak berjilbab
(27)
4) Amaliah : Mandiri dan bersyukur
Kutipan :
a) Saya hatus bekerja sendiri
mengangkat dua koper besar berbobot 30 kilo per koper seorang diri, dengan bayi
menggantung di pelukan (85)
b) Ya Tuhan, betapa istimewa hamba
mendapatkan kemudahan-Mu (86)
5) Wardatul
: Cerdas dan optimis
Kutipan :
a) Setelah melalui beberapa proses,
akhirnya saya dan 5 perempua lain, juga 8 putra Aceh, dinyatakan lulus
mendapatkan beasiswa. Kami pun diberangkatkan ke Istanbul, Turki
(156)
b) Saya harus bisa mengemban amanah
besar yang mereka berikan. Doa dan harapan mereka tersimpan di lubuk terdalam
hati dan dasar jiwa dan menjadi kekuatan utama saya
(157).
b. Latar
1) Latar
Tempat : Rumah Khoiriyah (Bunda Ikoy)
dan kedai bunga
Kutipan :
a) Khoiriyah memeluk saya dan Fetra
saat kami tiba di rumahnya di Ipsach (17).
b) Saya datangi kedai bunga tadi. Ini benar-benar
kedai yang aneh (40).
2) Latar
Waktu : Senin dan Minggu
Kutipan :
a) Hari itu Senin. Bukan Minggu. Tapi,
kesunyiannya tiak jauh berbeda dengan kesunyian Minggu
(41).
b) Hari itu Minggu,keadaan yang paling senyap di
sebagian besar belahan Eropa (16)
3) Latar
Suasana : Senyap dan hening
Kutipan :
a) Hari itu Minggu, keadaan yang
paling sanyap di sebagian besar belahan Eropa (16).
b) Hidup jauh di negara Barat yang
maju, telinga kita menjadi terbiasa dengan keheningan, jauh dari suara-suara
bising kendaraan (127).
c. Gaya
Bahasa : Bahasa asing
Kutipan :
“Fatma,
alles in Ordnung?”(65)
“Thank
you Layla. I feel very grateful..:”(86)
d. Sudut
Pandang : Saya
Kutipan :
1)
Suara
Fetra di ujung telepon membuat saya bergidik. Saya tahu Fetra di ujung sana
juga tak tegamengatakannya (1).
2) Mama Heidi. Saya memanggilnya
demikian. Seorang dokter ahli tulang. Usia jelang 70-an. Seumur hidup saya
takkan pernah melupakan jasa Mama Heidi dan suaminya, Reinhard Kramar
(50).
e.
Amanat :
Hijrahlah, dan jangan takut dengan apa yang kau tinggalkan, karena kau akan
menapatkan penggantinya, bahkan lebih.
Kutipan : Saya terbayang perkataan Imam Al-Ghazali
yang menjadi pembokong hidup saya. Hijrahlah,
dan jangan takut dengan apa yang kau tinggalkan, karena kau akan menapatkan
penggantinya, bahkan lebih (158).
f. Tema : Pandangan rakyat
Eropa terhadap Islam
3. Unsur
Ekstrinsik
a. Nilai
Agama :
Rasa syukur dan keyakinan
Kutipan :
1) Kisah ini menjadi begitu spesial.
Ketika mendengar kisah Markus, saat itu pula saya bersyukur pada-Nya. Keluarga saya
adalah keluarga yang utuh dalam Islam dan bermunajat unnutk satu keyakinan yang
sama. Itu adalah harta yang terkadang terlupakan
(49).
2) Cerita Dzelila, Elina dan Belma,
serta Naida membuat saya semain yakin unutk terus berusaha menjdi muslimah yang
baik dengan tetap memperhatikan hijab dan menutup seluuruh aurat
(154).
b. Nilai
Moral :
Kasih sayang dan kepercayaan
Kutipan :
1) Memiliki anak perempuan di negeri
serbabebas seperti Eropa adalah tanda keharusan berhati-hati, waspada dan
ekstrasiaga bagi orang tua (40).
2) Di Neerach, di desa antah berantah
ini, saya belajar lagi bagaimana memberi kepercayaan dan memegang kepercayaan
(43).
c. Nilai
Pendidikan : Cerdas dan berpikir
panjang
Kutipan :
1) “Saya bekerja sebagai Vice
President sebuah bank di Paris,” ujarnya (63)
2) “Saya punya banyak cita-cita. Saya
ingin menjadi desainer fesyen. Serius. Tapi sejak pindah ke Wina 3,5 tahun
lalu, untuk sementara saya kubur cita-cita ini. Saya ingin menjadi ibu rumah
tangga yang terbaik untuk suami dan anak saya. Itu saja.” (64)
d. Nilai
Sosial :
Tolong-menolong dan kemanusiaan
Kutipan :
1) Orang-orang tersebut bukanlah kaum
superistimewa. Selama ini, mereka menjalani kehidupan yang biasa saja. Tapi,
begitu besar saya berutang budi kepada mereka! Mereka pula yang menanam
investasi sosial terhadap saya. Karena itu, saya juga siap melakukan apa yang
mereka lakukan itu, kapanpun dibutuhkan (8).
2) Selepas shalat Zuhur, keluarga
Klinker mengajak kami semua makan siang (46).
4. Keunggulan
Novel
Ceritanya unik dan menarik. Penulis mampu mengulas cerita yang
realistis. Menggunakan alur yang mampu membawa imajinasi pembaca ke dalam kisah
yang sesungguhnya. Kisah nyata penulis.
5. Kelemahan
Novel
Menggunakan berbagai bahasa asing di dalamnya (tandem) sehingga
membutuhkan sedikit pengetahuan dalam memahami bahasanya. Pemilihan latar
tempat cerita yang terletak di Eropa membuat beberapa pembaca sedikit kesulitan
berimajinasi.
6. Hal
yang Menarik
Penulis mampu mendeskribsikan secara singkat, padat, dan jelas
tentang perkembangan Islam di Eropa. Kaum minoritas Islam di Eropa memiliki
cara tersendiri dalam menegakkan keislamannya, melalui karier, tanggung jawab,
toleransi dan lainnya. Seorang perempuan cantik yang berdakwah melalui
kariernya sebagai rapper, seorang
ayah yang mengajarkan sifat keislamaan kepada putrinya sejak dini, wanita Islam
bercadar yang dianggap teroris memberi pertolongan kepada orang yang
membutuhkan tanpa memandang perbedaan yang ada, serta banyak kisah lainnya yang
penulis curahkan di dalam buku ini. Buku yang mampu memotivasi siapa saja,
memberikan pengalaman hidup yang bermakna, serta smenjadi sumber informasi yang
bermanfaat bagi yang membacanya.
Komentar
Posting Komentar